ANONG, EMPU GITAR DARI BANDUNG

Kompas, 12 Nov 2005

ANONG, EMPU GITAR DARI BANDUNG
                         Oleh: Yenti Aprianti

    Anong Naeni (72) rajin menabungkan keping-keping uang sebagai
modalnya melakukan perjalanan dari kota ke kota untuk menyebarkan
pengetahuannya tentang pembuatan gitar kepada para perajin gitar.
    Lelaki anak tukang angkut sampah ini masih rajin membaca buku-
buku berbahasa asing untuk mendapat pengetahuan terbaru cara membuat
gitar.
    Anong lahir di Bandung sebagai anak tukang angkut sampah. Ayahnya
selalu berangkat bekerja dengan baju sobek. Namun, di dalam
kesengsaraan hidup, ayahnya selalu berpesan agar anak-anaknya hidup
jujur.
    Maka, perih hati Anong saat atasannya meminta ia berbohong. Lulus
dari Sekolah Teknik Menengah (STM) jurusan bangunan di Bandung pada
tahun 1940-an, Anong bekerja sebagai pengawas bangunan. Ternyata di
bidang ini ia tidak dapat hidup tenang.
    “Saya sering diminta mengubah perbandingan satu takar semen dan
tiga takar pasir menjadi satu takar semen dan lima takar pasir,” kata
Anong, yang sempat menjadi pengawas pembangunan gedung Bumi
Sangkuriang, SMAN 1 Bandung, dan beberapa gedung lama di daerah Dago.
    Padahal, sepanjang hidupnya Anong amat percaya, kerja keras dan
kejujuranlah yang menjadi keran rezeki Tuhan baginya. Anong sudah
bekerja sejak kelas empat Sekolah Dasar. Saat itu ia menjadi perajin
cincin dan gelang dari aluminium di rumah tetangganya.
    Sejak sekolah lanjutan tingkat pertama ia sudah membiayai
pendidikannya sendiri hingga di tingkat universitas. Anong pernah
kuliah Ilmu Kimia di sebuah universitas di Jalan Dr Radjiman,
Bandung, yang sudah ia lupa namanya. Gajinya sebagai pengawas
bangunan waktu itu tidak cukup untuk membayar uang kuliah dan
akhirnya Anong berhenti.
    Anong mulai mencari pekerjaan yang tidak memintanya berbohong. Ia
beralih profesi sebagai pembuat gitar. Saat masih remaja Anong sering
main gitar bersama teman-temannya. Kayu ia dapat dari peti teh buatan
China yang ia beli di toko-toko.
    “Pembuat gitar tidak bisa korupsi. Jika korupsi, kualitas
gitarnya buruk dan tidak enak dimainkan,” kata Anong, yang kini ahli
juga membuat alat-alat musik berdawai lainnya seperti biola, cello,
dan bass.
    Teman-teman Anong sering memesan gitar. Jika gitar telah selesai,
Anong tidak memasang tarif, ia hanya memberikan perincian biaya
pembuatan gitar. “Soal upah, terserah kerelaan pemesan,” ujar Anong.

Dengan hati
    Tahun 1957 bersama temannya dia mendirikan industri gitar
bermerek Genta. Anong mengajari para calon-calon perajin gitar hingga
mereka mahir membuat sebuah gitar dengan kualitas yang baik. Jika ada
anak didiknya selalu membuat kesalahan yang sama padahal sudah
diperingatkan berkali-kali, Anong menyarankan agar anak tersebut
mencari pekerjaan lain.
    “Membuat gitar harus dengan hati. Kalau dia teruskan, hidupnya
akan ‘sakit’,” kata Anong, yang berhenti dari Genta pada tahun 1982.
Ia kemudian bekerja di industri gitar Allergo dan kini di Secco.
    Meskipun penghasilannya hanya sedikit, kakek tujuh anak, 14 cucu,
dengan empat buyut ini selalu mengumpulkan uang meski hanya satu
rupiah. Uang tersebut digunakan untuk menyekolahkan anak-anaknya
hingga perguruan tinggi. Sisanya sebagai modal untuk belajar
mendalami gitar dan mengajarkan pembuatan gitar pada orang lain.
    Suami dari Amas Supiah (65) ini pernah belajar gitar ke seorang
ahli dari Jerman yang menetap di Malang. Ia bekerja sebagai perajin
di studio orang tersebut, dua minggu kemudian ia pulang.
    Dengan uang sedikit, ia juga pernah tinggal di Solo membagikan
ilmunya membuat gitar pada beberapa perajin. Setelah bisa mandiri dan
menghasilkan gitar yang kualitasnya lebih baik, Anong pulang kembali
ke Bandung.
    Sampai kini Anong yang bisa berbahasa Inggris dan Belanda ini
masih mendalami pembuatan gitar dari buku-buku impor berbahasa asing
karena buku pembuatan gitar berbahasa Indonesia hampir tidak ada.
    Kini gitar-gitarnya sudah digunakan oleh pemusik-pemusik
terkenal, dua di antaranya Sawung Jabo dan Iwan Fals.
    “Saya ingin gitar saya dikritik agar saya bisa perbaiki dan
pemiliknya puas. Saya ingin mereka tidak hanya memakai gitar buatan
saya hanya satu atau dua tahun, setelah itu ganti dengan yang lain,”
kata kakek yang tinggal di rumah sempit di sebuah gang di Kecamatan
Coblong, Bandung, ini.
    Sebagai pembuat gitar, Anong berharap bisa membuat gitar dengan
kayu dari Indonesia. Selama ini kayu untuk bagian atas gitar
menggunakan kayu yang diimpor dari negara subtropis. Untuk mewujudkan
cita-citanya, ia terus mempelajari gitar dari berbagai literatur
berbahasa asing.

Foto: 1
Kompas/Yenti Aprianti

~ oleh warungminum pada Juni 13, 2008.

10 Tanggapan to “ANONG, EMPU GITAR DARI BANDUNG”

  1. punteun mautanya berapa harganya klo mau bikin gitar elktrik

    • saya tdk tahu mas. pak anong setahu saya bikin gitar akustik. tapi ada yg tahu info yg ditanyakan mas adi gak? klo ada, kasih komen di sini ya. tx

  2. boleh minta alamat pa anong?
    saya mencari pengrajin biola thx

    • pak anong sih perajin gitar mas. kalau perajin biola ada dr bogor. saya sering lihat beliau ikut pameran di bandung. tapi lupa minta kartu namanya. kapan2klo ketemu beliau lagi saya mintain deh

  3. punteun saya mau tanya alamat lengkap pengarajin gitar yg ada di palasari

  4. klo belajar bikin gitar boleh tidak saya ke tempat anda ???? dan boleh minta alamatnya ?????

    • Maaf Mas Vito, saya cuma penulis dari pak anong ini. Silahkan hubungi saja Pak Anong di rumahnya di Jalan Tikukur, persis di depan SD Tikukur, Kota Bandung.

  5. Mas maaf nih saya mau bikin gitar juga nih.
    kalo boleh alamat lengkap nya pak anong dimana ya?
    saya mau mampir ke tempat beliau. kebetulan saya orang bandung.
    kalo ada info kirim email ya mas
    hendi1293@hotmail.co.id

    Regards
    Hendi

  6. minta dong mas alamat nya pa anong saya dimas kirm ke email saya ,dimas.genova@yahoo.com

Tinggalkan Balasan ke ADIPRAWIRA Batalkan balasan